RSS

Wahai muslimah tutuplah auratmu


DI TENGAH tengah kehidupan masyarakat kita, masih banyak kaum Muslimin yang masih ragu menerima dan menerapkan ajaran mulia al-Qur'anul Karim. Khusus kaum wanita, masih banyak dari kalangan mereka yang ragu menegakkan hukum hijab, yakni menutup auratnya dari pandangan yang mengundang bahaya (berjilbab).
Kondisi yang demikian diperparah oleh ungkapan yang tidak bertanggung jawab, bahwa jilbab adalah budaya masyarakat Arab. Kita tidak usah ikut-ikutan mengenakan pakaian adat orang lain, itu dalihnya. Padahal ketika membuka lembar pertama al-Qur'an, dalam surat al-Baqarah, Allah sudah menginformasikan tentang keparipurnaan al-Qur'an, sedikitpun tidak ada keraguan di dalamnya.
"Alif laam miim. Dzaalikal kitaabulaa roibafiihi hudallilmurttaqiin, "Kitab al-Qur'an ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa." (QS.Al-Baqarah:1-2).
Allah sendiri yang mengatakan langsung, agar kita tak ragu. Al-Qur'an ini sebagai hudan, sebagai petunjuk. Agar dengan petunjuk tersebut manusia tidak berjalan salah arah dan salah kaprah. Salah arah dalam meniti kehidupan ini dan salah kaprah dalam mengambil teladan.
Alangkah lucunya, kita mengaki al-Quran sebagai kitab suci dan petunjuk, namun di sisi lain, kita masih tebang-tebang pilih. Bukankah ini sama artinya bahwa kita tidak lagi percaya Allah swt yang telah memilihkan kita cara yang baik dalam hidup?
Al-Qur'an banyak menerangkan dengan gamblang akan manfaat dan fungsi jilbab ini. Firman Allah dalam surat an-Nur: 31:
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya (wajah dan telapak tangannya). Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasan, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera sudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Lebih lanjut dalam surat al-Ahzab:59, juga dijelaskan:
"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka'. Yang demikian itu supaya mareka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."



Berbagai halangan
Kaum Muslimah, mestinya tidak perlu menunjukkan sikap ragu, sakwasangka marah --apalagi sampai memusuhi orang-- yang menyampaikan kebenaran al-Qur'an tentang hukum hijab ini.
Kebenaran wahyu ini semata Allah turunkan untuk ketenangan dan ketentraman ummat manusia, khususnya untuk Anda kaum wanita agar dapat terjaga dirinya dan kemuliaannya. Sebaliknya, bila keengganan menegakkan aturan hijab ini selalu dipoles dengan alasan hak asasi, mengekang kebebasan, perbedaan trasidi atau alasan akal-akalan, seperti tidak modis dan sebagainya, maka tidak ada kesempatan yang ditunggu selain kehancuran dan malapetaka. Penolakan terhadap hukum hijab akan mendatangkan bencana moral. Tata nilai moral akan ambruk karena penolakan terhadap hukum hijab ini.
Yang lebih memprihatinkan lagi, kita sering mendapati kelompok yang berusaha mempermainkan kesucian ayat ini. Hal-hal yang sudah jelas nasnya, kemudian diotak-atik dan ditarik-ulur, sehingga nampak sesuatu yang meragukan. Perintah berjilbab yang SK-nya langsung turun dari Tuhan seolah sesuatu yang perlu ditinjau ulang.
Masyarakat awam yang memerlukan bimbingan akhirnya menjadi bingung. Lebih fatal lagi bila tukang tarik-ulur itu adalah mereka yang berpredikat ulama. Undang-undang Allah tidak tegak, berbagai macam bentuk kemaksiatanpun tumbuh subur karenanya. Ulama macam inilah yang diakatakan sebagai ulama yang jahil. Predikat keulamaannya hanya malah mempersubur kemaksiatan dan kemunkaran. Kita senantiasa berlindung dari keganasan ulama yang seperti ini.
Kewajiban menegakkan hijab ini tidak akan gugur sedikitpun juga meskipun didapati guru-guru agama, para ustadzah, istri kiai dan ulama tidak mengenakan busana Muslim (berjilbab). Juga bukanlah perbuatan yang dapat di jadikan hujjah untuk meniadakan hukum dan bukan pula merupakan tasyri (legeslation atau penetapan hukum agama) apabila mereka mengenakan pakaian-pakaian yang mini dalam kesehariannya. Hujjatul Islam Imam Al Ghazali pernah berkata: Apapun yang dikatakan oleh manusia kita boleh menerima atau tidak, kecuali yang disampaikan oleh Rasulullah saw.
Menggalakkan diskusi, sarasehan, seminar dan lain hal semacamnya bisa saja dilakukan, tapi bila ujung dan kesimpulannya meragukan nilai-nilai Qur'an kita berhak menolaknya mentah-menyah. Bila mengenakan jilbab yang sudah jelas perintahnya 'ditinjau ulang' karena dengan berbagai alasan yang dikemukakan sebagai merepotkan, mengganggu penampilan dan keindahan dan sebagainya, maka sama sekali bukan perintah wahyunya yang keliru, tapi hawa nafsu yang sudah mulai menjadi Tuhan. Mengapa?
Karena seorang Muslimah hanya boleh memperlihatkan hiasan dirinya atau kecantikannya kepada sesama jenisnya akan tetapi hal itu tidak boleh dilakukan dijalanan, di mana banyak berlalu-lalang lelaki dan perempuan, yang akan mengarahkan pandangan matanya kepadanya. Begitupun hiasan diri yang boleh diperlihatkan kepada sesama jenisnya pun harus wajar, masuk akal dan ada batasnya. Tidak seperti yang kita saksikan dalam jaman sekarang dengan penampilan serba mini dll.
Bentuk-bentuk pakaian wanita seperti itu yang jelas menyimpang keluar dari rel Islam, tidak berdasar akal sehat, melanggar kesusilaan, akhlak dan menyebal dari tradisi masyarakat beradab. Semuanya itu adalah sengaja diciptakan oleh kaum zionis dalam kehidupan dunia Barat dengan tujuan mengobrak-abrik tatanan dunia beradab dan menghancurkan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh ummat manusia beriman.
Dengan menciptakan dekadensi moral dan krisis seksual mereka hendak menguasai ummat manusia di mana-mana, dan dengan membangkitkan selera atau rangsangan syahwat liar mereka berusaha menundukkan dan menaklukan dunia. Gagasan demikian itu jelas merupakan gagasan zionisme internasional.
Bukankah gagasan itu yang mempermainkan akal pikiran kaum wanita dengan menciptakan 'mode' baru bagi kaum wanita! Seberapa pendek gaun wanita harus dibuat di atas lutut. Seberapa panjang boleh dibuat di bawah lutut, seberapa banyak lengan wanita harus terbuka dan seberapa lebar bagian dada wanita harus terbuka. Semuanya itu adalah rekayasa kaum zionis melaui dunia Barat, dan semuanya itu tidak ada gunanya selain mempertontonkan aurat, untuk membangkitkan rangsangan syahwat kaum lelaki dengan dalih 'keindahan', 'kekinian, 'modern' dan entah apalagi.
Wanita Muslimah yang meyakini kebenaran agamanya tidak boleh tertarik oleh penipuan-penipuan zionis yang semacam itu, terutama jika mereka hendak keluar rumah, hendaklah berpakaian sebagaimana yang telah ditentukan oleh syariat Islam, agar tidak menjadi tontonan kaum lelaki sepanjang jalan.
Pada suatu hari beberapa orang wanita Bani Tamim datang menemui Ummul Mu'minin Aisya ra. Mereka berpakaian demikian tipis sehingga istri rasulullah saw itu menegur: "Jika kalian wanita beriman, katahuilah bahwa itu bukan pakaian wanita beriman!" Juga pada kesempatan yang lain Aisyah kedatangan seorang tamu pengantin baru yang mengenakan kerudung yang tipis dan jarang. Melihat itu Ummul Mu'minin berkata kepada orang yang mengantar kedatangan pengantin tersebut: "Wanita yang mengimani Surah An-Nur (ayat 31) tidak akan memakai (kerudung seperti) itu!." demikianlah menurut hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Hurairah.
Menepis keraguan
Oleh karenanya, wahai wanita Muslimah! Hilangkanlah keraguan dalam hatimu dan kenakanlah pakaian mulia (jilbab)-mu itu. Selain akan membuat hatimu tenang, pakaian kemuliaan itu akan menciptakan lingkungan yang menyejukkan. Janganlah kau biarkan laki-laki menikmati pemandangan yang bukan haq. Pemandangan kotor yang memperkeruh hati dan pikirannya.
Sungguh mengenakan pakaian takwa seperti itu (jilbab) tidak ada yang diuntungkan selain untuk dirimu sendiri. Engkau adalah ibu bagi anak-anakmu. Berikanlah pendidikan akhlak yang mulia dengan penampilanmu yang mulia pula, dengan menampilkan identitas wanita Muslimah. Semoga dengan begitu Allah akan memuliakan dirimu, keluargamu dan mengangkat bangsa ini menjadi bangsa yang diridhai-Nya.*/aql
Keterangan: ilustrasi iluvislam

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

contoh Wawangsalan


Sisindiran; kumpulan wawangsalan lanjaran

Wawangsalan téh asal kecapna tina wangsal sawanda (synonim) jeung kecap wangsul anu ngandung harti balik. Ku sabab éta, Wawangsalan téh sok disebut ogé Bangbalikan. Wawangsalan atawa Bangbalikan nyaéta hiji wanda Sisindiran anu diwangun ku cangkang (sampiran) jeung eusi (isi) sarta di satukangeun eusina mangrupa tarucing. Éta eusi tarucing (disebut wangsalna) téh baris kapanggih saupama urang geus balik deui néangan kecap dina omongan nu ti heula.
Dina conto kahiji di handap, upamana, Abdi mah caruluk Arabâ (cangkang), henteu tarima téh teuing (eusi). Upama dibasakeun mah tarucingna téh: Naon ari caruluk Arab téh?Jawabanna nyaéta korma. Ieu jawaban bisa kapanggih sanggeus urang balik deui mariksa kecap-kecap dina eusina henteu tarima téh teuing. Di dinya aya kecap tarima anu mémang sasora jeung kecap korma.
Ditilik tina wangunna, Wawangsalan téh aya anu mangrupa Wawangsalan Lanjaran sarta Wawangsalan Dangding. Wawangsalan Lanjaran nyaéta Wawangsalan anu teu kauger ku patokan pupuh; dijadikeun ku dua omongan atawa padalisan. Padalisan kahiji mangrupa cangkang, sedengkeun padalisan kadua eusi. Lobana éngang (suku kata/vokal), boh cangkang boh eusi, aya dalapan éngang. Anapon Wawangsalan Dangding mah nyaéta Wawangsalan anu kauger ku patokan Pupuh. Wangun ieu Wawangsalan mah baris gumantung kana patokan Pupuh anu dipakéna, anu ngawengku ugeran guru lagu jeung guru wilangan.
Di handap ieu mangrupa conto-conto Wawangsalan Lanjaran anu geus sumebar di masyarakat Sunda. Ilaharna, saupama dipaké dina omongan sapopoé, tara jeung eusina tapi cukup ku cangkangna wungkul. Saupama omongan, Perkara nu kamari ieu jadi bahan caritaan balaréa téh geuning teu puguh monyét hideungna.Keur nu apal kana Wawangsalan mah, omongan sakitu ogé geus kaharti. Yén nu dimaksudna téh nyaéta teu puguh tungtungna. Hal ieu dilantarankeun uni Wawangsalan, Teu puguh monyét hideungna, teu puguh tungtungna anu wangsalna téh nyaéta lutung. Pon kitu, urang ogé bisa nyieun wawangsalan sorangan kalawan ugeran anu kasebut.

Abdi mah caruluk Arab
henteu tarima téh teuing
[=korma]

Abdi téh kapiring leutik
kaisinan ku gamparan
[=pisin]

Abdi téh sok ngembang kawung
inggis teu ngareunah teuing
[=pengis]

Abdi ti ménak ka somah
gamparan mah ieu aing
[=umaing]

Ajag désa basa Jawa
lesuna teu aya tanding
[=asu]

Ajag lembur Indramayu
naha bet kalangsu teuing
[=asu]

Ajag lembur lamun engkang
énjing henteu wangsul deui
[=anjing]

Alun-alun paleuweungan
gagal temen mun teu jadi
[=tegal]

Anak beurit dina katung
kapan endén mundut encit
[=buncit]

Anak munding masih nyusu
aduh endén buah ati
[=énéng]

Angeun somah pakampungan
kajeun bedo ti kamari
[=bodo]

Anu siram kokojayan
abdi pamoyokan badis
[=ngoyok]

Areuy leuweung mérang daun
ulah sok japilus galih
[=pulus]

 Aringgis sok nyatang bolang
kapongpongan siang wengi
[=lompong]

Asal hiji jadi dua
Semah matak sesah ati
[=walimah]

 Awi ngora téh jaradi
temah matak jadi liwung
[=iwung]

Aya mesin bisa ngapung
kapidara diri abdi
[=kapal udara]

 Aya nu dianjang cai
aya nu dihéroan
[=séro]

Ayeuna gé sérah tegal
engkang mah sok matak peurih
[=eurih]

 Baku sok ngalebu badag
reueus keur sareng jeung istri
[=areng]

Balandongan ngujur jalan
sok hayang geura los indit
[=elos]

Balé diréka masjid
nya pikir bati rumajug
[=tajug]

Bangkong lodor meuntas jalan
titis tulis bagja awak
[=bayawak]

Bango héjo hérang jangjang
piraku engkang ka abdi
[=merak]

Bango leutik bodas hulu
mo samar ka diri abdi
[=camar]

 Baréto gé batur pirus
juragan geuning pelekik
[=akik]
Batuk eungap hésé damang
saé sumping baé wengi
[=mengi]

Béas ditutuan deui
iraha atuh patepung
[=tipung]

Bedil langit handaruan
engkang sapertos kalinglap
[=gelap]

Bedog urang Darmaraja
kawantu abdi mah miskin
[=sekin]

Bedug wedalan Eropah
abdi teu asa dipuji
[=tanji]

Belut sisit saba darat
kapiraray siang wengi
[=oray]

Bendi panjang roda opat
ulah kalah ka Carita
[=kareta]

Béntang baranang di imah
samar bisa tepung deui
[=darma]

Beulit cinggir simpay réma
ulah lali ka sim abdi
[=ali]

Beunying leutik sisi cai
ari ras sok cimataan
[=amismata]

Beusi bodas cingcin kecrik
cumah baé dipicinta
[=timah]

Biasa ngadodol gula
abdi henteu dipaduli
[=gulali]

Bibika tipung tarigu
ku engkang tacan kaharti
[=roti]

Buah kawung raranggeuyan
curuluk cisoca bijil
[=caruluk]

Bulu panon wates taar
itu nyai mani geulis
[=halis]

 Cacangkir bahana beling
masing welas lahir batin
[=gelas]

Cakcak gedé kadal bilik
ulah dipaké mokaha
[=toké]

Careuh beureum pasawahan
nu dusun leuwih ti misti
[=lasun]

Cariang beureum beutina
nya pikir bati arewuh
[=]

 Catetan bulan jeung taun
juragan ménak utami
[=almenak]

Cau gedé ngan sasikat
taya teuing bagja diri cau
[=bagja]

Cék lémék Jawa sumuhun
hayang téh ulah kapanggih
[=enggih]

Cikur jangkung pamuraan
kapalay siang jeung wengi
[=panglay]

Cisusu kentel dimasak
ulah téga-téga teuing
[=mantéga]

Cucuk basa Malayuna
duriat henteu laksana
[=duri]

 Dadampar di pagulingan
alim ka nu kirang surti
[=kasur]

Dagangan pangrapet surat
mun kitu abdi mah alim
[=lém]

Daun kasap kosok méja
tobat ulah nolas teuing
[=hampelas]

Daun tuhur na tangkalna
sok rus-ras ka nu teu aya
[=kararas]

 Désémber tangtu ditéma
geulisna lir widadari
[=Januari]

Deukeut-deukeut anak taleus
nyangkéwok teu kanyahoan
[=téwok]

Di Cikajang aya gunung
asa paturay jasmani
[=Cikuray]

Dodol gula digolongan
nu hina kaluli-luli
[=gulali]

Dudukuy panjang gagangna
pikir bati ngalanglayung
[=payung]

Dukun tukang ngemat héwan
abdi mah ku alim teuing
[=malim]
Ékék lembut pupuntiran
tingsérédét kana ati
[=cécéndét]

Enggeus ka palupuh nangtung
ayeuna geus kapimilik
[=balik]

Engkang téh ngajukut laut
seger mun tepung jeung nyai
[=ager]

Gagang caruluk karadak
pantes mun rék dinyenyeri
[=langari]

 Gamparan mah sangu atah
keur ménak kawuwuh sugih
[=gigih]

Gedang atah keur lumayung
engkang mah jelema ginding
[=gumading]

Gedong luhur panénjoan
narah keur saheulaanan
[=munara]

Gedong ngambang di sagara
kapalang geus béla pati
[=kapal (cai)]

Gedong ngambang tengah laut
ulah kapalang nya béla.
[=kapal (cai)]

Gedong tempat nu titirah
ulah sok reueus binangkit
[=rumah sakit]

Hayam cempa lalayaran
matak teuing nyeri ati
[=meri]

Hayam sawah dipiara
abong kanu apes diri
[=meri]

Hayam tukung saba gunung
uyuhan teuing nya diri
[=puyuh]

Hiris ngora deungeun sangu
abdi mah kapok téh teuing
[=kapokan]

 Hui bulu réa akar
bongan sok rayungan teuing
[=kamayung]

Imah leutik tempat ngaji
teu asa ngalanggar cegah
[=langgar]

Imah ngambang di sagara
ulah kapalang nya bela
[=kapal (cai)]

Indung kuar hama sirah
nu kitu ulah digugu
[=kutu]
Insuting ngadaun luhur
ari ras ka diri abdi
[=kararas]

Isuk basa Malayuna
tangtos abdi rék sayagi
[=pagi]

Jagong tuhur beunang ngunun
dunungan bagéa sumping
[=emping]

Jalaran bibit kalapa
isin da abdi mah santri
[=kitri]

Jampana bugang dadakan
panasaran diri kuring
[=pasaran]

Jati leutik jagong ngora
dodolog kirang utami
[=semi]

Jawadah tutung biritna
sacarana-sacarana
[=cara]

Jukut jangkung pipir gunung
haté abdi panas peurih
[=eurih]

Kacang jangkung leutik daun
engkang mah satria raris
[=hiris]

Kacang panjang disayuran
bati ngageremet ati
[=gemet]

Kacang panjang gagabengan
sakieu darajat kuring
[=jaat]

Kadal gedé saba darat
pareng alus bagja awak
[=bayawak]

 Kadeuleu langir caina
kayap-keyep anu geulis
[=keuyeup]

Kalapa bakalan minyak
nu ampuh titis raspati
[=cipati]

Kalong leutik saba gedang
sumedot rasaning ati
[=cocodot]

Kararas daun kalapa
teu aya nu ngabangbrangkeun
[=barangbang]

Kasintu di sisi situ
nu hayang kawanti-wanti
[=]

Kauntun tipung katambang béas
laksana meunang ijasah
[=laksa]

Kebon paré dicaian
siwah niat jalir jangji
[=sawah]

Kembang biru di astana
abot pisah jeung kakasih
[=salasih]

Kembang bodas buah bunder
ngaheruk nya pipikiran
[=jeruk]

Kembang jambé kara beukah
kumayangyang pikir abdi
[=mayang]

 Kendang gedé pakauman
dagdigdug rasaning ati
[=bedug]

Kertas kabur kaanginan
kumalayang pipikiran
[=langlayangan]

Ketuk leutik panayagan
ka abdi mah ningnang teuing
[=bonang]

Keuyeup gedé saba laut
teu hadé liar ti peuting
[=kapiting]

Koja awi dihuaan
sageuy lamun teu kasorang
[=korang]

Kokotor saluar awak
da sanés rek hiri dengki
[=daki ]

Kota kuloneun Lampegan
purah-purah tunggu bumi
[=]

Kulit teuas tungtung ramo
baku osok nganyenyeri
[=kuku]

 Kuring mah kabedil langit
da puguh matak kalinglap
[=gelap]

Kuring téh kamenyan konéng
rumaos kawiwirangan
[=]

Kutu baju kuar sinjang
moal weléh tumarima
[=tuma]

Lahang abri dibotolan
ningal anu suka galih
[=cuka]

 Laleur hideung panyeureudan
ngilari sakolong langit
[=reungit]
Lampu leutik tengah imah
abdi samar méré idin
[=damar]

Lamun kapalupuh nangtung
lamun jadi kapimilik
[=bilik]

Lancah cai di walungan
engkang teu émut ka abdi
[=engkang-engkang]

Langgir cai leumpang ngijing
kadeuleu kayap-keyepna
[=keuyeup]

Lauk panjang dina parung
ari émut merod pikir
[=berod]

Lauk rebing saba laut
karikari jalir jangji
[=pari]

Manuk apung saba eurih
haté asa didudutan
[=dudut]

Manuk hawuk beureum suku
katingal keur imut leutik
[=galatik]

Manuk lindeuk di buruan
kuring bati panas ati
[=japati]

 Manuk lisung anu jalu
dagoan di pasampangan
[=jago]

Manuk renggé saba ulam
hayang tepi ka ngajadi
[=caladi]

Manuk tukung saba gunung
uyuhan daék ka abdi
[=puyuh]

Maung tutul saba kasur
diri teu ngareunah cicing
[=ucing]

Méga beureum surupna geus burit
ngalanglayun panas pipikiran
[=layung]

Melak bangsal di kotakan
wayahna dék sabar diri
[=nebar]

Mencek leutik saba alas
abdi daék ngaréncangan
[=peucang]

Meri pendék ngojay hayam
henteu négtog pikir abdi
[=éntog]

Monyét hideung sisi leuweung
susah nu taya tungtungna
[=lutung]

Mun inget mangsi Malayu
anjeun téh cinta ka kuring
[=tinta]

Mun jagan kadadar tipung
upami kagungan rabi
[=surabi]

Nganyam bola jadi lawon
peupeujeuh kudu sing junun
[=ninun]

Nu dahar taya sésana
ngan asa dipoyok badis
[=ledis]

Nu gering geus rampus dahar
kuring mah mo payu deui
[=mamayu]

Nu nutu miceun huutna
Mun awon moal ditampi
[=napi]

Nya buah ngacung ka luhur
kuring mah sok panas ati
[=ganas]

 Nya hujan taya eureuna
abdi mah kalangkung ajrih
[=ngijih]

Nyeupan sangu tacan timus
teu sanggup manggihan deui
[=gigih]

 Nyiar paré tutukeuran
teu pantes hayang ka abdi
[=nguyang]

Nyiru gedé wadah bangsal
anjeun mah nsok sindir sampir
[=tampir]

Nyiruan genténg cangkéngna
masing mindeng pulang anting
[=papanting]

Pangcalikan tonggong kuda
kudu satia buméla
[=sela]

 Paparem ngawurah ketan
mokaha atuh da wargi
[=ragi]

Paribasa petis Cina
hayang nepi ka cacapna
[=kécap]

Péso pangot ninggang lontar
acan katuliskeun diri
[=nulis]

Péso patok kewung tungtung
hayang kapiajang teuing
[=rejang]
 Péso raut Cibarusa
sugan welas ka nu miskin
[=sekin]

Pileuleuyan kebo gunung
ngadadak tineung nya pikir
[=badak]

Piunjuk duméh rék wangsul
sanés abdi rék cilimit
[=pamit]

Puguh mah ubar muriang
nu hina leuwih ti misti
[=Kina]

 Puter putih saba lembur
kuring seja béla pati
[=japati]

Ranté ngait kana baju
Memang geus cumantél ati
[=cantél]

Salendro di papanggungan
ngomong kalepasan teuing
[=koromong]

Sanggal hideung saba ranca
témbong léléwa nu manis
[=lélé]

 Sangrayan peupeus meueusan
ulah jadi rengat galih
[=rengat]

Santri miskin geus maréman
tangtu tiis pikir abdi
[=pikir]

Sapikul katian Cina
malah kumplit sareng cingcin
[=dacin]

Séndok batok digagangan
geus lawas abdi ngalayung
[=gayung]

Séréh leuweung turub saung
haté abdi panas peurih
[=eurih]

Situ bendung di Citarum
gulang-guling ngan sorangan
[=Saguling]

 Sok rajeun ngabuah kawung
curuluk cisoca bijil
[=curuluk]

Tegal tengah nagara
laun-laun sugan hasil
[=alun-alun]

Tepi ka kélor héjona
tepi ka antukna
[=katuk]

Teu beunang dihurang sawah
teu beunang dipikameumeut
[=simeut]
Teu beunang diopak kembung
teu beunang dientong-entong
[=kolontong]

Teu beunang dipiring leutik
teu beunang dipikaisin
[=pisin]

 Teu beunang dirangkong kolong
teu beunang dipikahayang
[=hayam]

Teu beunang disihung tipung
teu beunang dipapagonan
[=sasagon]

Teu beunang disitu lembur
teu beunang diulah-ulah
[=kulah]

Teu beunang disupa dulang
teu beunang dibébénjokeun
[=kéjo]

 Teu beunang ditihang pondok
teu beunang dideudeuleukeun
[=deudeul]

Teu beunang ditiwu leuweung
teu beunang dipikasono
[=kaso]

 Teu beunang diwaru leuweung
teu beunang diboro-boro
[=bisoro]

Teu puguh monyét hideungna
teu puguh tungtungna
[=lutung]

Ulah sok kapiring leutik
ulah sok kaisinan
[=pisin]

Wadah minyak tina beling
jadi budak kudu getol
[=botol]

Walanda hideung soldadu
umambon engkang ka nyai
[=(urang) Ambon]

Warisan sekin pusaka
haturan nyai pribadi
[=badi]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS